Gambar-Gambar Keindahan Halaman kampung saya dan bagaimana letusan gunung toba mengubah kehidupan bumi
Sudah banyak ahli menulis tentang terjadinya Danau Toba. Tapi baru
ini yang membuat teori bahwa Danau Toba telah merubah perilaku manusia
di atas bumi secara global. Menurut teori ini, letusan yang
mengakibatkan terjadinya Danau Tobalah yang membuat manusia menjadi
lebih baik dan pintar. Betulkah?
Pada suatu ketika sebuah letusan gunung berapi hampir membunuh semua
orang. Sebuah pikiran yang radikal dan menyeramkan tetapi ada alasan
untuk percaya itu mungkin benar.
Bencana itu terjadi sekitar 74.000 tahun yang lalu di pulau Sumatera.
Tanda-tanda kejadian itu tampak sangat jelas saat ini: sebuah danau
bernama Toba dengan sisi terpanjang sekitar 60 mil (100 kilometer). Baru
pada tahun 1929 seorang geolog Belanda mengakui bahwa danau itu adalah
sebuah kaldera.
Kaldera pada hakikatnya adalah sebuah lubang besar di Bumi di mana
bagian permukaannya telah runtuh akibat letusan gunung berapi yang
dashyat. Sebagai contoh adalah bagian tengah Yellowstone National Park
yang berukuran 35 kali 45 mil (60 kali 70 kilometer).
Letusan-letusan yang meninggalkan kaldera-kaldera yang demikian besar
tidak sering terjadi (Toba mungkin adalah siklus 400.000 tahunan atau
paling tidak sekitar 100.000 tahunan), tetapi ketika itu terjadi,
efek-efeknya bersifat global. Toba nampaknya telah menyemburkan sekitar
670 mil kubik (2.790 kilometer kubik) material, setara dengan 560 kali
jumlah yang dihasilkan letusan Gunung Pinatubo tahun 1991. Abu dan gas
dari Toba mencapai 30 mil (50 kilometer) ke lapisan stratosfir dan
menyelimuti seluruh planet.
Sebuah letusan yang dashyat menimbulkan efek-efek ganda pada lapisan
biosfir. Sulfur dioksida bercampur dengan air akan membentuk
partikel-partikel asam sulfat yang beterbangan, memantulkan dan menyerap
sinar matahari. Permukaan planet menjadi dingin, stratosfir memanas dan
fotosintesa berkurang.
Akibat-akibat yang segera timbul sama rusaknya. Bill Rose, seorang
ahli gunung berapi pada Michigan Tech University, secara khusus tertarik
pada abu halus yang diproduksi gunung-gunung berapi. Hujan partikel abu
dari langit begitu kecilnya sehingga mereka bisa masuk ke tenggorokan
binatang. ”Itu seperti sedang merokok,” katanya.
”Burung burung mati lebih dulu,” kata Rose. ”Bulu bulu mereka akan
dipenuhi abu dan tidak bisa bergerak. Kemudian binatang yang lebih besar
akan mulai mati.”
Banyak juga manusia yang mati, kata Stanley H. Ambrose dari
University of Illionois at Urbana-Champaign. Malahan, berbagai studi
mengenai mitokondria DNA pada manusia menunjuk pada kemungkinan
terhambatnya keanekaragaam genetik terjadi kira pada saat yang sama
dengan letusan Toba, meskipun memang tidak mungkin untuk membuktikan
kaitan itu.
Akan tetapi meskipun demikian, Ambrose percaya bahwa perilaku manusia
menunjukkan perubahan setelah Toba. Sebelum terjadinya letusan itu,
sulit mendapatkan bukti kalau manusia sudah melakukan jaringan kerja
jarak jauh. Setelah itu, manusia di Kenya, sekitar 4.000 mil (6.400
kilometer) dari Toba, kelihatan sudah bepergian sejauh 200 mil (300
kilometer) membawa barang barang terbuat dari batu yang diperhalus.
Teori Ambrose adalah bahwa manusia yang mau belajar bekerja sama dan mau
memberi hadiah akan lebih mampu bertahan dari krisis lainnya ketimbang
mereka yang hidup dalam kelompok yang terisolasi dan tidak mau
mempraktekkan sikap saling memberi dan berkorban bagi kebahagiaan orang
lain.
Jadi bisa dikatakan memberi hadiah akan menyelamatkan dunia, sebuah penutup yang memberi harapan dari kisah tentang bencana ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar